PCIM Inggris - Persyarikatan Muhammadiyah

 PCIM Inggris
.: Home > Berita > 1st Muhammadiyah International Forum: ”Isu Lingkungan Perlu Diperhatikan dengan Ijtihad yang Berkemajuan”

Homepage

1st Muhammadiyah International Forum: ”Isu Lingkungan Perlu Diperhatikan dengan Ijtihad yang Berkemajuan”

Senin, 07-02-2016
Dibaca: 1932

 

 

 




BIRMINGHAM, UK – Persoalan lingkungan hidup sudah semakin kritis. Majelis Umum PBB telah menjadikan isu ini sebagai target pembangunan selama sepuluh tahun mendatang, dengan tema ‘pembangunan berkelanjutan’ (Sustainable Development Goals). Ada beberapa prinsip pembangunan yang pada intinya bertujuan untuk mempertemukan pembangunan generasi saat ini dengan kebutuhan generasi masa depan.


Pertanyaannya, bagaimana Islam memandang masalah ini? Jika melihat sekilas literature dan kajian Islam beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan bahwa isu ini belum mendapatkan banyak sorotan di kalangan cendekiawan Muslim. Hal ini terlihat dari, misalnya, belum banyak kajian yang membahas soal Islam, Masalah Lingkungan, dan Pertanyaan soal “Pembangunan Berkelanjutan” dalam berbagai perspektif.


Di sisi lain, kajian akademik dalam isu lingkungan seringkali dipandang dalam perspektif yang sangat ‘ekosentris’ (bertumpu pada kajian ekologi) atau antroposentris (berpusat pada manusia). Kendati pendekatan tersebut sudah membawa kontribusi bagi debat-debat akademik soal lingkungan, pandangan agama juga perlu dipertimbangkan karena di banyak negara, seperti Indonesia, Islam tidak hanya menjadi ‘ajaran agama’  tetapi juga modal sosial yang sangat besar.


PCI Muhammadiyah UK, bekerjasama dengan Perhimpunan Pelajar & Masyarakat Indonesia di Birmingham (PPI-MIB) serta Forum Pengajian Jumat Birmingham menggelar dialog publik untuk mendiskusikan masalah ini. Dialog bertajuk “Islam and Sustainable Development: Perspecives from Indonesian Muslim Society” yang juga merupakan Muhammadiyah International Forum Seri pertama tersebut digelar di Guild of Students’ Chambers Room, University of Birmingham , pada tanggal 5 Februari 2016.


Kegiatan tersebut menghadirkan 3 orang pembicara, yaitu Dr. Afifi Fauzi Abbas (Anggota Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah 2010-2015),  Dr. Syahrul Hidayat (Research Fellow di University of Exeter, UK) dan Andy Octavian Latief (Kandidat PhD Fisika di University of Birmingham). Hadir pula Rianne Tenveen (Peneliti IFEES Birmingham) sebagai penanggap. Forum ini dimoderatori oleh Ahmad Rizky MU, Wakil Ketua PCI Muhammadiyah UK.


Dr Afifi menyampaikan bahwa Muhammadiyah sudah merumuskan Fiqh Air dan Fiqh Penanggulangan Bencana pada Munas Tarjih yang lalu. Muhammadiyah Kita sadar bahwa lingkungan harus dijaga untuk masa depan. Maka dari itu , agama harus punya peran. Konsep Islam Berkemajuan yang ditawarkan oleh Muhammadiyah menyadari hal itu. Karena lingkungan penting, maka konsepsi fiqh yang dianut tidak cukup hanya bersandarkan pada teks, tetapi juga pada maqashid dan perkembangan sains serta teknologi terbaru.


Menurut beliau, penting untuk merevitalisasi model qiraah tarikhiyah wa maqashidiyah (pembaan ‘historis’ dan objektif) ketika memahami problem agama dan lingkungan. keberadaan Fiqh Lingkungan ini penting karena agama harus juga terlibat pada pemecahan masalah sosial. “Masalah air bersih, misalnya, adalah persoalan sehari-hari umat Islam. Ini sebabnya pemahaman berbasis tarikh wal maqashid menjadi penting.


Khazanah Hukum Islam sendiri mengenal konspe maqashid asy-syariah yang dirumuskan oleh Imam Asy-Syathibi. Dalam konsep ini, pemahaman agama sangat terkait dengan tujuan dan kontekstualisasi agama di masyarakat, antara lain menjaga agama, akal, harta, jiwa, dan keturunan. Perspektif maqashid ini perlu dikontekstualisasikan mengikuti perkembangan zaman. Inilah yang kemudian, slaah satunya, menjadi latar belakang Muhammadiyah merumuskan fiqh yang jadi panduan umat untuk mengelola air.


Tidak ada kata terlambat untuk persoalan lingkungan. Walaupun Muhammadiyah baru merumuskan fiqh lingkungan setelah berusia 1 abad, upaya untuk mengarusutamakan masalah lingkungan di tengah hegemoni kapitalisme dan sekularisme global harus diapresiasi. Rumusan fiqh untuk menjawab isu lain perlu dinantikan.


Hal senada juga disampaikan oleh Dr Syahrul Hidayat dan Andy Octavian Latief. Menurut Dr. Syahrul Hidayat, yang juga penasehat PCI Muhammadiyah UK, Secara historis, Islam sudah memiliki beberapa konsep terkait pengelolaan lingkungan. Dalam Surah Al-Baqarah, Allah sudah memerintahkan pada kita untuk menjadi Khalifatullah Fil ‘Ardli, yang salah satu tafsirnya adalah kewajiban bagi manusia untuk mengelola dunia dan isinya, termasuk alam.


Hanya saja, pelaksanaan dalam kebijakan tidak sepenuhnya mencerminkan hal itu. Sebagai contoh, negara-negara Timur Tengah yang sering diidentikkan dengan Islam justru tidak banyak mempraktikkan sustainability dalam pengelolaan air. Hal serupa, ironisnya, juga banyak terjadi di beberapa  yang dipimpin oleh partai Islam. Artinya, memahami ajaran agama saja bisa jadi tidak cukup., kebijakan dan regulasi yang relevan mesti dikembangkan.


Padahal, Nabi Muhammad dan ulama-ulama masa lampau sudah memberikan pedoman tentang sustainable development. Hal ini disampaikan oleh Andy Octavian Latief, Kandidat PhD di University of Birmingham yang banyak melakukan riset soal Fisika Teoretis. Mengutip sebuah hadits, Nabi Muhammad sudah mengantisipasi krisis energi dan listrik dengan menyuruh kita mematikan api ketika ingin tidur.


Menarik untuk memperhatikan hadits tersebut. Dalam Bahasa Arab, tidak ada istilah listrik (kahraba). Tetapi, Rasulullah sadar bahwa api bisa menjadi sumber daya, yang bisa merupakan kemubadziran jika disia-siakan. Padahal, bukankah Allah sendiri sudah berfirman, “innal mubadzdziriina kaanuu ikhwaanasy syayaathiin” – sesungguhnya orang-orang yang melakukan kemubadziran (berlebih-lebihan) adalah saudara Syaithan?


Selain itu, lanjutnya, konsep usul fiqh juga menyuruh kita untuk tidak melakukan hal yang membahayakan bagi alam. Ada kaidah ushul sederhana yang bisa jadi contoh: Laa Dharaar wa Laa Dhiraar. –tidak berbahaya dan tidak membahayakan.Kaidah usul fiqh ini bisa diaplikasikan ketika berinteraksi dengan lingkungan, untuk tidak melakukan aktivitas (semisal industry) yang berbahaya bagi kelangsungan ekologis di sekitarnya).


Forum ini juga menghadirkan seorang warga Birmingham, Rianne Tenveen (Peneliti di Islamic Foundation for Ecology and Environmental Sciences, Birmingham). Beliau hadir bersama beberapa warga Birmingham yang tertarik dengan isu lingkungan. Ketika diberi kesempatan untuk menanggapi pembicara, beliau menyambut baik gagasan yang diangkat. Sebagai seorang  Environmentalist, beliau terkejut ketika membaca Al-Qur’an karena kitab ini seperti textbook untuk para Environmentalist, karena menganjurkan sangat banyak hal terkait lingkungan.


Tantangan dunia Islam saat ini adalah mengarusutamakan isu lingkungan. “Banyak negara berpenduduk muslim yang kaya seperti Saudi atau negara-negara Petro-Dollar. Namun, agenda kebijakannya tidak banyak mendorong pengelolaan lingkungan yang baik. Ini tantangan bagi umat Islam untuk mengarusutamakan isu lingkungan. Beberapa gagasan di Indonesia seperti Ekopesantren di Indonesia. Rianne pernah berkunjung ke Indonesia dan melihat bahwa madrasah lokal semacam ekopesantren ini perlu dikembangkan di semua lapisan masyarakat, tak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia.


Umat Islam juga perlu mandiri dalam menghadapi problem lingkungan. Ada beberapa agenda pembangunan internasional seperti REDD yang memberikan insentif pada negara berkembang untuk melakukan reboisasi atau menjaga lingkungan. Namun, ada hal penting yang perlu diperhatikan juga, yakni bahwa bantuan semacam itu tidak hampa dari pertarungan kepentingan dan, dalam banyak kasus, juga berbentuk pinjaman. Bersikap kritis dari vested interest semacam itu juga penting agar umat Islam tidak terbawa oleh tatanan kapitalisme global dalam politik internasional dewasa ini.  


Beberapa isu juga sempat didiskusikan ketika tanya jawab, terkait dengan masalah Islam dan Lingkungan, seperti reklamasi di beberapa daerah dan soal industri. Diskusi yang digelar dalam dua Bahasa (Inggris dan Indonesia) ini dihadiri oleh puluhan mahasiswa dan warga Indonesia yang bermukim di Birmingham. Hadir pula beberapa warga lokal Birmingham juga yang hadir karena isu ini menarik bagi mereka.


Zain Maulana, Ketua PCIM UK 2015-2017, menyatakan bahwa agenda Muhammadiyah International Forum ini akan digelar secara rutin untuk memperkenalkan Muhammadiyah kepada masyarakat internasional. PCI Muhammadiyah UK berkomitmen untuk memfasilitasi dialog antar-peradaban di Inggris, sebagaimana direkomendasikan oleh Mukutamar Muhammadiyah tahun lalu. Dialog semacam ini membutuhkan kolaborasi dengan banyak pihak, wacana yang segar dan berkemajuan, serta dana.


Saatnya kita perkenalkan Muhammadiyah dan Islam Indonesia pada dunia.

"Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu hendaklah warga muda-mudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di mana dan ke mana saja.”

KH. Ahmad Dahlan

Birmingham, 5 Februari 2016


Tags: MIF,Inggris,UK,PCIM
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: Forum Ilmiah



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website